Mendambakan Presiden Kesatria

Bagikan artikel ini

Amril Jambak, Wartawan di Pekanbaru, Riau, sekaligus peneliti di Forum Dialog Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia

Pengertian kesatria dahulu dan sekarang sangatlah berbeda. Jika dahulu kesatria dipandang dari kasta, tapi pada zaman sekarang, kesatria merujuk pada profesi seseorang yang mengabdi pada penegakan hukum, kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti perwira yang gagah berani atau pemberani.

Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan lembaga atau tokoh masyarakat yang tugasnya untuk menjamin terciptanya kebenaran, kebaikan, keadilan, dan keamanan masyarakat, bangsa, dan negara.

Pemilihan umum presiden (Pilpres) yang sebentar lagi digelar, yakni 9 Juli 2014, merupakan momen tepat bagi kita semua untuk memilih pemimpin yang kesatria. Tanpa adanya kriteria tersebut, diyakini perkembangan bangsa dan negara ini akan mandeg.

Penulis memiliki pandangan, presiden periode 2014-2019 juga harus memiliki sikap untuk memilih mundur dalam persoalan-persoalan yang merusak citranya dan orang-orangnya, baik di mata hukum ataupun di norma susila.

Sudah banyak contohnya. Seperti Menteri Utama New South Wales, Australia, Barry O’Farrell menyatakan mengundurkan diri dari posisi nomor satu di negara bagian beribukota Sydney, Australia, tersebut.

Ia tidak mampu menjelaskan kepada Komisi Antikorupsi Australia (ICAC) soal kontak telepon dengan perusahaan air Australian Water Holdings (AWH) yang diduga memberikan hadiah sebotol anggur senilai 3000 dollar (Rp 30 juta lebih).

Pengumuman pengunduran dirinya itu disampaikan O’Farrell, Rabu (16/4/2014) pagi waktu setempat. Sehari sebelumnya O’Farrell diperiksa sebagai saksi oleh ICAC dalam lanjutan penyelidikan kasus korupsi yang melilit AWH.

Penyidik ICAC menduga pihak AWH melobi O’Farrell terkait dengan kesepakatan bisnis AWH dan Sydney Water, perusahaan air milik negara bagian NSW. Kesepakatan ini terkait dengan pembangunan infrastruktur air minum.

AWH secara resmi telah dituduh membuat tagihan tidak sah kepada Sydney Water dan dananya ternyata digunakan untuk kepentingan donasi politik, gaji para pejabat AWH, serta kepentingan lainnya.

Pejabat AWH, Nick Di Girolamo, Selasa (15/4/2014), mengakui di depan penyidik ICAC, bahwa ia pernah mengirim sebotol anggur senilai 3000 dollar kepada O’Farrell di tahun 2011. Alasan Di Girolamo, anggur mahal tersebut sebagai bentuk ucapan selamat karena O’Farrell memenangkan pemilu di NSW.

Anggur tersebut tergolong istimewa. Mereknya adalah Grange, dan diproduksi pada tanggal 24 Mei 1959, bertepatan dengan hari kelahiran O’Farrell. Saat itu, O’Farrell sebagai pejabat publik ternyata tidak mendaftarkan hadiah yang diterimanya tersebut.

Namun, di depan penyidik ICAC, O’Farrell membantah pernah menerima hadiah tersebut. “Saya bukan penggila anggur,” katanya.

Ia juga menyatakan sudah lupa mengenai rekaman panggilan telepon berdurasi 28 detik dari teleponnya kepada Di Girolamo di tahun 2011, sekitar waktu pengiriman anggur tersebut.

Menurut pengakuan Di Girolamo, O’Farrell meneleponnya untuk menyampaikan terima kasih atas kiriman hadiah tersebut.

Namun, O”Farrell mengakui ia pernah mengirim nota tertulis ucapan terima kasih yang ia tanda tangani kepada Di Girolamo.

Perdana Menteri Korea Selatan Chung Mong-won, Minggu (27/4/2014), mengumumkan pengunduran dirinya menyangkut tanggapan pemerintah pada bencana kapal feri. Di mana ia pertama kali mengumumkan semua penumpang dan awaknya telah diselamatkan.

Padahal, dalam peristiwa itu lebih dari 300 orang, sebagian besar siswa dan guru dari Sekolah Menengah Danwon di pinggiran Seoul, tewas atau hilang dan diduga meninggal.

“Mempertahankan jabatan saya adalah satu beban besar pada pemerintah,” kata Chung dalam satu pengumuman singkat.”… Atas nama pemerintah, saya meminta maaf atas banyaknya masalah mulai dari pencegahan insiden itu sampai pada penanganan awal bencana itu.

“Ada begitu banyak ketidakberesan dan tindakan yang salah yang dituding masyarakat bahwa kami terlalu lama bertindak dan saya mengharapkan itu adalah koreksi agar insiden-insiden seperti ini tidak akan terjadi kembali.”

Chung diejek dan seorang melemparkan satu botol air kepadanya ketika mengunjungi para orang tua korban pada hari setelah musibah itu.

Mungkin banyak lagi berita-berita mundurnya pejabat penting negara, karena ketidakberesan sistem pemerintahan dalam melayani masyarakatnya atau pemimpin tersebut melakukan tindak pidana korupsi dan lain sebagainya.

Lalu bagaimana dengan di Tanah Air? Masih sedikit pejabat yang mencoba meniru pola kepemimpinan sebagian negara luar. Dan harapan tentunya tertuju pada pemimpin negara ini ke depan. Bagaimana nantinya, calon presiden (Capres) yang beredar luas di media massa melakukan hal seperti yang ditirukan Menteri Utama New South Wales, Australia, Barry O’Farrell dan Perdana Menteri Korea Selatan Chung Mong-won.

Tentunya juga dibutuhkan komitmen atau sepenggal kalimat dari mereka tentang hal ini. Kita tunggu saja, mudah-mudahan bisa berlaku di negara yang kita cintai ini.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com