Menelaah Berbagai Aspek Kerjasama Perdagangan dan Militer antara Cina dan Iran

Bagikan artikel ini

Sumber Berita: On the Trade and Military Agreement between Iran and China

 Dalam beberapa bulan terakhir, santer berbagai pemberitaan seputar ditandatanganinya kerjasama militer dan perdagangan antara Republik Islam Iran dan Republik Rakyat Tiongkok. Harian terkemuka AS The New York Times mengklaim telah mendapatkan dokumen setebal 18 halaman yang memuat draf kesepakatan kerjasama kedua negara.

Berdasarkan website dari kementerian luar negeri Cina, menteri luar negeri Iran  Mohammad Javad Zarif dan menteri luar negeri Cina Wang Yi, telah mengadakan pertemuan pada 24 Juni lalu dengan fokus bahasan mengenai upaya menyelaraskan berbagai poin yang bakal dirumuskan dalam dokumen kerjasama kedua negara tersebut.

Kesepakatan tersebut sudah dirintis sejak Januari 2016 lalu antara Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Iran Hassan Rouhani. Adapun salah satu aspek yang penting kita tekankan di sini adalah kerjasama militer Iran dan Cina di kawasan Timur-Tengah. Sebab bagaimanapun juga, segala sesuatu yang bakal terjadi di kawasan Timur Tengah merupakan salah satu bagian dari misteri dan teka-teki yang jadi pertaruhan besar di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik di masa depan.

Masalah krusial dari kesepakatan Iran-Cina itu tak bisa dilepaskan dari semakin memananya konflik global AS versus Cina belakangan ini. Selain itu, kehadiran beberapa kekuatan-kekuatan adikuasa di Timur Tengah seperti Rusia, India Jepang, dan Uni Eropa, juga membawa implikasi kehadiran beberapa kekuatan lokal di Timur Tengah itu sendiri seperti Iran, Israel, Arab Saudi, Pakistan dan Turki.

Maka kerjasama militer dan perdagangan antara Iran-Cina jadi penting untuk diulas. Sebab meskipun Iran saat ini merupakan kekuatan regional yang diperhitungkan di Teluk Parsi maupun Timur-Tengah, manuvernya akhir-akhir tidak sebebas yang dikira akibat dari beberapa faktor tersebut di atas, maupun sikap bermusuhan yang begitu keras dari Washington.

Sebab meskipun Iran semakin erat dalam menjalin kerjasama dengan Cina yang merupakan rival AS yang paling utama sebagai superpower, namun Iran hingga kini masih tetap menjalin kerjasama erat dengan Rusia, yang merupalan pendukung utama Iran dalam kiprahnya di komunitas dunia internasional.

Hal ini memang konsisten dengan kerjasama logika kemitraan strategis Cina-Iran maupun sikap permusuhan yang dipertunjukkan terang-terangan Washington terhadap Tehren, Beijing dan Moskow. Namun beberapa ulasan menyorot beberapa prinsip kerjasama Iran-Cina itu dalam konteks hubungan politik antara Cina, Iran, Rusia dan Amerika Serikat.

Menurut berita yang dilansir The York Times, investasi Cina di Iran selama 25 tahun terakhir ini sebesar 400 miliar dolar AS. Investasi Cina di Iran diprioritaskan untuk sektor infrastruktur transportasi dan komunikasi (pelabuhan, bandara, rel kereta api, maupun jalur-jalur komunikasi modern lainnya), serta sektor energi.

Kehadiran Cina di sektor keuangan dan perbankan Iran juga semakin meningkat. Jika informasi ini benar, berarti Iran akan menjadi bagian dari skema global Cina One Beld One Road Initiative. Sejauh ini, peran ini telah dimainkan Pakistan yang mana saat ini Pakistan secara de fakto merupakan sekutu politik dan militer Cina di Asia Selatan.

Masih segar dalam ingatan kita, pada April 2015 telah dicapai kesepakatan kerjasama Cina-Pakistan untuk membentuk China-Pakistan Economic Corridor (CPEC). Sepanjang 3 kilometer, koridor ekonomi Cina-Pakistan itu menghubungkan bagian barat provinsi Cina dengan pelabuhan Karachi dan Gwadar. Sejatinya ini merupakan  proyek yang dibangun ulang, sebab proyek ini sudah sempat dikerjakan pada akhir 1990-an. Investasi Cina melalui skema CPEC ini, diperkirakan sebesar 46 miliar dolar AS.

Terkait kerjasama militer Iran-Cina, dalam kesepakatan itu Iran mengizinkan Cina untuk membangun pelabuhan berfungsi ganda, yang nampaknnya akan menjadi model serupa yang diterapkan di Pakistan dan Sri Lanka. Fasilitasn pelabuhan ini pada hakekatnya ditujukan untuk memfasilitasi Angkatan Laut Cina dalam melancarkan operasi militernya di rute perdagangan yang krusial antara teluk Parsi dan pantai timur Afrika.

Masuk akal jika India ketika membaca laporan The New York Times  nampak khawatir dengan kerjasama Iran-Cina tersebut. Beberapa aspek dari dokumen kerjasama Iran-Cina itu menimbulkan kekhwatiran India bahwa kerjasamanya dengan Iran bisa hancur berantakan. Bisa-bisa di kawasan Timur Tengah, Iran dan India akan terpaksa berada dalam posisi berseberangan kepentingan.

Salah satu aspek dari kerjasama India-Iran yang dikhwatirkan akan berantakan adalah batalnya partisipasi India dalam pembangunan pelabuhan Iran Chabahar, sebuah proyek yang sangat penting buat India, mengingat di dalam proyek itu mengandung pertimbangan-pertimbangan strategis kemiliteran. Begitu juga halnya dalam pembangunan rel kereta api yang menghubungkan India ke Afghanistan.

Jika kerjasamanya dengan Iran ini berantakan menyusul kerjasama Cina-Iran, maka dikhwatirkan kemampuan militer India dalam menghadapi Pakistan di kawasan Afghanistan seiring penarikan mundur pasukan AS, bisa-bisa akan menurun secara drastis.

Namun belakangan terbetik kabar bahwa di Tehran ada pertemuan antara Duta Besar India di Iran dan Kepala Jawatan Rel Kereta Api Iran. Yang mana setelah pertemuan kedua pihak merasa puas karena India tetap bisa berpartisipasi dalam pembangunan rel kereta api dari Timur ke Barat, dan dari Selatan ke Utara.

Yang juga tak kalah menarik, meski masih premature, Duta Besar Iran di Pakistan sempat menyebut-nyebut tentang kemungkinan  membangun the Golden Ring yang termasuk di dalamnya adalah Cina, Pakistan, Iran, Rusia  dan Turki. Tanpa menyebut-nyebut India.

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com