Niger, Obyek Eksploitasi Penjajahan Barat dan Kejahatan Ekonomi IMF-Bank Dunia

Bagikan artikel ini

Kudeta di Niger yang terletak di kawasan Afrika Barat terhadap Presiden Mohamed Bazoum kiranya perlu dapat sorotan lebih mendalam. Sebagai negara yang berhasil memerdekakan diri dari Prancis sejak 1960, Niger pernah empat kali mengalami kudeta militer. Presiden Bazoum sendiri terpilih secara demokratis pada 2021 dan dipandang sebagai  sekutu dekat Prancis.

Negara ini sejak merdeka dari Prancis praktis selalu dilanda kelaparan, pembantaian massal oleh pemerintahan kolonial Prancis terhadap warga masyarakat sipil, dan musim kemarau berkepanjangan yang menanduskan sumberdaya di sektor pertanian.

Selain adanya hegemoni ekonomi global melalui IMF dan Banka Dunia, seluruh sumberdaya dan infrastruktur Niger berada dalam kendali kekuasaan pemerintah Prancis. Alhasil akibat dieksploitasinya sumberdaya alam Niger oleh pemerintah kolonial Prancis, Niger menderita kelaparan dan kelangkaan pangan cukup parah pada 1972-1973.

IMF sebagai badan  keuangan internasional malah semakin memperparah Niger dengan mendesak diterapkannya swastanisasi terhadap 54 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Niger pada 1984.

Bank Dunia juga turut serta menghancurkan perekonomian dan infrastruktur Niger. Pada 1989, pemerintah Niger patuh pada tekanan Bank Dunia agar menghapus alokasi anggaran negara untuk sektor pendidikan. Adapun pada 1992, Bank Dunia mencampuri kebijakan luar negeri pemerintah Niger agar mengakui eksistensi Taiwan jika ingin mendapat kucuran bantuan dana sebesar 50 miliar dolar AS. Alhasil, pemerintah Republik Rakyat Cina dengan tak ayal memutuskan hubungan diplomatik terhadap Niger.

Pada 1995, pemerintah Niger menandatangani skema Konsensus Washington yang diterapkan IMF yang kita kenal dengan Structural Adjustment Package. Alhasil, kebijakan pengetatan anggaran yang dialokasikan untuk rakyat seperti pendidikan, pelayanan publik dan kesehatan, akhirnya mendorong militer menggulingkan pemerintahan pada 1996.

Bahkan pada 1997, IMF  semakin mendesak pemerintah Niger memotong anggaran-anggaran yang dialokasikan untuk sektor-sektor publik, sehingga semakin memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Kebijakan IMF tersebut dikenal dengan Austerity Program. Program pengetatan anggaran yang sejatinya merupakan upaya melumpuhkan perekonomian masyarakat klas bawah dan menengah kecil.

Alhasil dengan musim kekeringan yang berkepanjangan dan Austerity Program yang diterapkan Bank Dunia, maka pada 2004-2005 rakytat Niger menderita kelaparan dan kelangkaan pangan. Bahkan mengalami krisis pangan pada 2010-2011. Kondisi ini sejatinya rakyat miskin Niger pada gilirannya telah mensubsidi klas orang-orang kaya. Hal ini semakin diperparah ketika Prancis dan AS kemudian menjalin persekutuan strategis membendung pengaruh Cina dan Rusia di kawasan Afrika. Sehingga mencegah negara-negara Afrika terlibat secara intensif dalam blok Global South yang terdiri dari negara-negara sedang berkembang.

Chinese investment in Africa

Sebenarnya pemerintah Niger yang berhaluan sosialis dan menentang skema kapitalisme global pernah berkuasa sejak pada 1957, ketika Presiden Djibo Bakar berhasil memenangi pemilu. Namun pada 1958, ia digulingkan dan diasingkan, dua tahun sebelum Niger resmi jadi negara merdeka pada 1960.

Begitupun sejak merdeka pada 1960, Niger tetap berada dalam kendali pemerintah Prancis, negara eks penjajahnya. Bahkan AS yang semula memanfaatkan Prancis untuk membangun pengaruh di Afrika Barat dan Niger, belakangan secara langsun berhubungan dengan pemerintah Niger lewat AFRICOM. Terutama sejak Moammar Gaddafi berhasil digulingkan pada 2011 lalu.

Sejak Uni Soviet bubar pada awal 1990an, negara-negara di Afrika Barat praktis tidak punya pilihan kecuali bersekutu dengan AS dan Eropa Barat. Termasuk menjalin persekutuan dengan AS dan NATO. Namun setelah melihat keberhasilan Rusia membantu Suriah mengalahkan ISIS, mereka mulai terinspirasi untuk berbuat hal yang sama seperti Rusia.

Prigozhin's network operations in Africa

Selain Cina mengembangkan skema Belt Road Initiatives, Niger mulai melihat adanya simpul-simpul alternatif baru, apalagi dengan adanya kerjasama strategis Cina-Rusia melalui payung Shanghai Cooperation Organization (SCO). Setidaknya Niger dihadapkan pada kompetisi antar negara-negara adikuasa secara lebih seimbang. Tidak lagi semata-mata bergantung pada AS, NATO dan IMF-Bank Dunia sebagai satu-satunya rujukan memperoleh bantuan ekonomi.

Hendrajit, Pengkaji Geopolitik, Global Future Institute (GFI)

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com