SUMBER:
Setelah melalui perundingan yang cukup alot selama 5 bulan di parlemen, Mustafa al-Kadhimi terpilih sebagai Perdana Menteri baru Irak. Perdana Menteri al-Kadhimi yang berpengalaman cukup di bidang intelijen, terpilih sebagai kepala pemerintahan baru Irak atas dukungan pemerintah Amerika Serikat.
Tantangan terbesar Mustafa Al-Kadhimi adalah membuktikan kepada rakyat Irak yang sedang dilanda kejenuhan yang cukup tinggi, bahwa Perdana Menteri Irak tersebut akan lebih mewakili aspirasi rakyat Irak daripada kepentingan AS maupun negara-negara asing lainnya.
“Pemerintah baru Irak ini datang sebagai respons terhadap krisis sosial-ekonomi dan negara ini, dan untuk itu pemerintah akan hadir dengan solusi, dan bukannya malah menciptakan krisis yang lebih parah,” demikian penuturan Perdana Menteri Kadhimi.
Sebagai akibat meluasnya wabah virus Corona Covid-19, Irak tidak saja dilanda krisis keuangan, bahkan infrastruktur ekonominya pun hancur lebur. Lebih parahnya lagi, akan meluas menjadi krisis politik. Yang mana instabilitas politik dan kebangkitan kembali ISIS akan membahayakan keamanan nasional Irak.
Masyarakat Irak nampaknya ingin agar Perdana Menteri Kadhimi lebih mengutamakan untuk menyelamatkan kedaulatan Irak dan meningkatkan pelayanan publik.
Sejak akhir tahun lalu, milisi pro Iran yang beroperasi di wilayah kedaulatan Irak, telah melancarkan serangkaian serangan terhadap basis-basis koalisi militer AS dan NATO di Irak. Sehingga beberapa personil dari koalisi militer AS dan NATO dan beberapa kontraktor militer, tewas terbunuh.
Pemerintahan Presiden Donald Trump kemudian membunuh komandan pasukan khusus Iran al-Quds Jendral Qasim Soleimani di kawasan Bandara Internasional Bagdad. Sehingga memantik serangan balasan Iran, ketika pasukan Iran menembak 36 rudal AS yang berada di dua pangkalan militer AS di Irak.
Menajamnya ketegangan politik dan militer antara AS versus Iran, peran Irak nampaknya diperlukan baik oleh AS maupun Iran sebagai penengah.
Sekadar informasi. Saat ini Irak sangat tergantung pada pasokan gas Iran, untuk memenuhi 2/3 penggunaan listrik di Irak.
Sayangnya dari hasil perundingan alot di parlemen yang kemudian memilih Perdana Menteri Kadhimi, formasi kabinet pimpinan Perdana Menteri Irak baru itu, diprediksi akan menjadi pemerintahan yang lemah. Karena banyaknya anggota kabinet yang bukan pilihan pribadi Kadhimi sebagai kepala pemerintahan. Sehingga dikhawatirkan para anggota kabinet tidak bisa dijamin loyalitasnya untuk mempertahankan pemerintahan Kadhimi hingga 2021.
Singkat cerita. Masalah Krusial yang dihadapi Perdana Menteri Kadhimi adalah: potensi instabilitas politik dalam negeri Irak, maupun tarik-menarik kepentingan antara AS versus Iran yang semakin menajam permusuhannya di kawasan Teluk.
Dengan kata lain, bagaimana mempersatukan kembali aspirasi rakyat Irak yang terbelah, seraya membangun Irak sebagai negara yang stabil dan tidak menjadi ancaman baik bagi AS maupun Irak.