Pada 2007, dia pernah berpidato yang isinya menggetarkan, dan membuktikan bahwa semua manusia sudah dikaruniai fitrah yang sama oleh Tuhan, fitrah kemanusiaan dan kasih-sayang. Namun kemudian faktor-faktor eksternal (antara lain, pendidikan yang salah) menutupi fitrah dalam diri sebagian orang sehingga menjelma menjadi makhluk-makhluk yang kejam.
Berikut terjemahannya, saya salin dari buku saya, Ahmadinejad on Palestine.
“Para ibu Israel hari ini adalah perempuan yang (naluri) keibuannya telah terdistorsi, tersesat, bingung, dan sakit. Ibu Yahudi seperti Yochabad, ibu dari Musa; seperti Rachel yang menangisi anaknya dan menolak dihibur; seperti Ibu Keberanian, ibu yang menangisi kematian anak ibu yang lain, telah digantikan oleh para ibu yang menyerupai golem [1] yang berbalik menyerang penciptanya, bahkan lebih mengerikan dan lebih kasar; yang mendedikasikan rahimnya untuk negara apartheid dan tentara pendudukan; yang mendidik anak-anaknya dalam rasisme dan menyiapkan buah rahimnya di altar para pemimpin mereka yang megaloman, rakus, dan haus darah.
Ibu seperti itu juga bisa ditemukan di antara para guru dan pendidik hari ini. Dan hanya kaum perempuan yang berdiri di sini setiap pekan [2] di bawah hujan dan mentari, merekalah satu-satunya yang mengingatkan bahwa suara keibuan yang lain, keibuan yang hakiki, masih belum lenyap dari tanah yang tak berguna ini, tanah yang dulu pernah disebut “Tanah Suci”.
Hanya sedikit orangtua di Israel yang mengakui kepada diri sendiri bahwa pembunuh anak-anak, penghancur rumah-rumah, pencabut akar pohon-pohon zaitun, dan pemberi racun di sumur-sumur tidak lain dari anak-anak mereka yang tampan dan cantik; anak-anak mereka yang telah bertahun-tahun dididik di tempat ini, di sekolah kebencian dan rasisme.
Anak-anak yang telah selama 18 tahun belajar untuk menakuti dan menghina orang asing, orang-orang non-Yahudi, anak-anak yang dibesarkan dalam ketakutan terhadap Islam—sebuah ketakutan yang mempersiapkan mereka untuk menjadi tentara yang brutal dan murid dari pelaku pembunuh massal. Anak laki-laki dan perempuan itu tidak saja membunuh dan menyiksa; mereka bahkan melakukannya dengan dukungan penuh dari ibu, dengan kebanggaan dari ayah. Mereka mendapatkan dukungan dari bangsa yang hanya mengangkat alis ketika mendengar kabar tentang kematian anak-anak, orang tua, dan orang cacat; bangsa yang mengelu-elukan pilot-pilot yang tidak merasakan apapun selain guncangan di sayap pesawat ketika mereka menjatuhkan bom di atas rumah-rumah dan membunuh semua penghuninya.
Di neraka tempat kita hidup hari ini, dalam neraka harian yang di bawahnya tercipta kerajaan anak-anak yang tewas, peran Women in Black [3], para ibu dan nenek yang berdiri di bundaran ini dan bundaran serupa di seluruh dunia, adalah untuk menjadi penjaga naluri keibuan yang murni dan untuk meyakinkan bahwa suara keibuan yang murni ini tidak diam dan tidak lenyap dari muka bumi.”
—
[1] Legenda Yahudi, makhluk ciptaan manusia yang bisu, tak punya keinginan, patuh; namun kemudian berubah menjadi bengis dan menghancurkan penciptanya.
[2] Pidato ini disampaikan di Paris Square, Jerusalem
[3] Women in Black (Perempuan Berbaju Hitam), organisasi yang didirikan 1988 di Israel oleh beberapa perempuan Yahudi-Israel yang menentang pendudukan Palestina. Dengan memakai baju hitam dan membawa poster-poster seruan perdamaian dan seruan penghentian pendudukan, mereka berdiri dengan diam di tempat-tempat umum. Aksi mereka banyak mendapat penentangan dari orang-orang Israel, mereka dikata-katai ‘pengkhianat’ atau bahkan ‘pelacur’. Namun mereka tidak menjawab cercaan itu dan tetap berdiri dengan diam. Aksi serupa menyebar di berbagai negara dunia.
—
Moral of the story: kita tidak membenci Yahudi, tetapi perilaku siapapun, dari ras apapun, agama apapun, yang menindas dan menzalimi sesama umat manusia. Kekerasan atas nama agama muncul dari agama manapun, termasuk Islam (apalagi akhir-akhir ini banyak anak-anak muda yang bergabung dengan ISIS, Alqaeda, Al Nusra, dll). Para ibu, dari agama apapun, bertugas mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi manusia yang welas asih, bukan pembunuh sewenang-wenang atas nama agama.
—
Sumber teks pidato Nurit Peled: http://www.resistingwomen.net/spip.php?article281
Foto: Nurit Peled dan adiknya, Miko Peled yang juga menjadi aktivis penentang Israel dan menulis buku “The General’s Son”. Tulisan terbaru Miko yang membela Hamas, bisa dibaca di sini: http://ahtribune.com/opinion/670-thomas-friedman.html
Facebook Comments