Dalam Dialog Kebudayaan Nusantara di Pesantren Global tarbiyyatul Arifin Malang tadi malam (9/11), aktor kawakan Ray Sahetapy, mengungkapkan pandangan bahwa untuk menegaskan Kenusantaraan dalam wawasan Kelautan dibutuhkan perubahan sudut pandang fundamental bersifat paradigmatik. Sebab, menurut pengajar dramaturgi di Institut Kesenian Jakarta itu, Bangsa Indonesia sudah terlalu lama terproses dalam pandangan hegemonik continental. “Letak geografis Indonesia itu di antara dua benua, jadi logikanya: Indonesia bukan benua dan bukan daratan tetapi pulau-pulau di tengah laut. Itu sebabnya, penyebutan Tanah Air yang digunakan leluhur kita untuk menyebut tanah tumpah darahnya adalah sudah benar,” ujar Ray di depan para mantri (mahasiswa santri) Pesantren Global.
Ray Sahetapy memaparkan fakta bahwa sepanjang kolonialisme Belanda telah ditanamkan ke dalam benak Bangsa Indonesia dalam memaknai peta geografi menurut Eropa, di mana setiap kali orang Indonesia membuka peta negaranya selalu ditanamkan sudut pandang khas Eropa yang menetapkan bagian kanan sebagai Timur dan sebelah kiri sebagai Barat. Peta bagian atas utara dan peta bagian bawah dengan makna selatan. Sementara orang Indonesia menulis dengan arah dari kiri ke kanan. “Akibatnya, semua huruf yang ditulis orang Indonesia tertutup dari cahaya matahari yang memancar dari timur. Itu melambangkan makna peradaban kita tertutup dari cahaya kehidupan yang terbit dari kanan, yaitu timur,” ujar Ray mengungkap kuatnya hegemoni Barat dalam pembacaan peta bumi.
Menurut Ray Sahetapy, sebagai negara kepulauan yang terbentang di tengah lautan, Indonesia harus memiliki pandangan sendiri yang berbeda dengan pandangan orang daratan yang tinggal di benua. Ray mengemukakan contoh, sangat mungkin peta bumi berdasar pandangan continental khas daratan diubah menurut pandangan orang Kepulauan, di mana arah mata angin diubah dari semula Utara sebagai bagian atas peta bumi dijadikan bagian bawah dan Selatan menjadi bagian atas. Arah Timur di sebelah kiri peta bumi dan sebaliknya arah Barat menjadi bagian kanan peta bumi.
“Jika sudut pandang ini yang dipakai, maka Pulau Jawa, Sumatera, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur menghadap ke Utara, yaitu Samudera Indonesia,” kata Ray menegaskan. Dengan cara pandang seperti itu, ungkap Ray, maka matahari akan terbit dari Barat dan arah tulisan kita yang dari kiri ke kanan semua hurufnya diterangi matahari. Dengan perubahan sudut pandang itu, lanjut Ray, asumsi yang ditanamkan Barat bahwa negara-negara Utara adalah negara-negara maju dan negara-negara di selatan peta bumi adalah negara-negara terbelakang, akan berubah.
Ray Sahetapy menuturkan pengalamannya sewaktu berkunjung ke Sulawesi Tengah yang dikenal sebagai penghasil kelapa dan cacao. Tetapi Ray merasa kecewa karena penduduk setempat dalam menyambutnya tidak menyuguhkan air kelapa maupun minuman dari coklat, sebaliknya menyuguhkan aneka jenis minuman ‘beracun’ seperti Coca Cola, Coke, Soda Susu, Es Syrup yang biasa dikonsumsi masyarakat. “:Saya tegas-tegas mengkritik kebiasaan masyarakat yang sangat konsumtif mengkonsumsi produk pabrik, tapi mengabaikan hasil utama yang ada di daerah mereka,” ungkap Ray yang mengaku sedang menyelesaikan buku tentang Pohon Kelapa dan Bambu, dua jenis tanaman yang terdapat di seluruh kepulauan Nusantara.