Refleksi Deklarasi Sunnylands Bagi Indonesia

Bagikan artikel ini

Seperti dilansir dari situs resmi pemerintahan Amerika Serikat  whitehouse.gov, ada hal menarik, dalam konteks dimasukkannya isu maritime sebagai satu diantara butiran-butiran prinsip KTT AS-ASEAN 2016.

Fakta tersebut semakin telah mempertegas bahwa sektor maritim dan kelautan dipandang sebagai isu strategi baik oleh 10 -negara yang tergabung dalam ASEAN maupun  AS sebagai mitra ASEAN, guna melayani kepentingan nasionalnya. Karenanya, tidak heran KTT ASEAN-AS bersepakat untuk  bergerak cepat memasukkan bidang kemaritiman sebagai prioritas kebijakan utama.

70% dari luas permukaan bumi kita ini terdiri atas lautan yang memiliki kekayaan sumber daya hayati laut yang tidak terhabiskan bagi kebutuha protein umat manusia. Selain itu, di Dasar samudera juga diperkirakan terdapat sumber daya mineral yang jumlahnya sebanding pula dengan luas permukaan lautan jika dibandingkan dengan jumlah sumber daya mineral yang terdapat di daratan. \

Oleh karena itu, potensi mineral dasar samudera dapat menjadi alternatif (tumpuan ekonomi negara) dalam mengatasi semakin langkahnya sumber daya mineral matra darat. Lebih dari itu, aspek keamanan dan sosial-budaya suatu negara pun menjadi hal yang terintegrasi dalam bidang kemaritiman.

Yang mengkhwatirkan bagi para stakeholders kemaritiman maupun kebijakan luar negeri Indonesia, kesadaran geopolitik maritime Indonesia belum dikenali dan dihayati betul keunggullan-keunggulan strategisnya, sedangkan beberapa negara maju utamanya Amerika Serikat, justru bertumpu pada pertimbangan geopolitik dalam menjalin kerjasma-kerjasama strategis dengan negara-negara mitranya, termasuk Indonesia dan negara-negara lainnya di kawasan Asia Tenggara, dan ASEAN pada khususnya.

Kebijakan Kemaritiman Amerika Serikat

Sebagai bukti nyata AS begitu bertumpu pada pertimbangan geopolitik dalam penyusunan kebijakan luar negerinya, terwakili melalui sosok Alfred Thayer Mahan. Seorang pakar geopolitik yang sangat penting sebagai titik pijak pemerintah Amerika Serikat ketika melakukan perumusan kebijakkan kemaritiman. Mahan mengusulkan agar AS mengambil langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Pelabuhan – pelabuhan AS harus lebih dijamiin melalui suatu perbaikan program persenjataan yang defensif.
  2. Sebagai dasar suatu kekuatan maritim, perdagangan internasional AS harus diusahakan dan diangkut oleh armada niaga AS sendiri.
  3. Untuk menanggulangi rintangan bagi Angkatan Laut AS dalam pelayaran yang cukup panjang dan berbahaya antara pantai Timur dan pantai Barat, perlu dibangun suatu Terusan melalui tanah genting di Amerika Tengah (Panama) di bawah pengawasan AS.
  4. Untuk melindungi jalan ke Terusan tersebut, AS harus mampu mencegah kekuatan-kekuatan asing melalui pembangunan pangkalan-pangkalan angkatan laut dan stasiun-stasiun batubara di perairan yang berdekatan, baik di Pasifik maupun Laut Karibia.
  5. Di atas semua itu, AS harus membangun suatu Angkatan Laut yang modern, armada yang besar yang dilengkapi dengan persenjataan yang mempunyai kekuatan ofensif, yang memungkinkan AS menjadi suatu negara yang dapat memperluas pengaruhnya (Dam, 2010).

Secara geopolitik, meskipun Mahan sudah wafat, AS tetap membawa semangat Mahan dalam pemetaan kawasan Asia Pasifik sebagai ruang hidup (potensi kemaritiman dari sisi politik keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya) terlebih dalam skema KTT AS-ASEAN. Hal ini ditunjukkan dengan kesadaran AS merangkul kawasan Asia Tenggara melalui ASEAN, yang mana menjadi bagian penting dalam pengawasan Asia pasifik.

Lalu bagaimana sikap Indonesia dalam merespons prinsip kemaritiman dalam KTT ASEAN-AS kali ini?

Kebijakan Kemaritiman Indonesia

Negara Indonesia dicirikan sebagai suatu negara yang terletak diantara dua benua dan dua samudera. Dengan demikian negara Indonesia terletak tepat di tengah-tengah suatu jalan silang dunia. karenanya disebutkan, bahwa Indonesia memiliki posisi silang dunia yang menurut keadaannya bersifat serba terbuka dari segala penjuru mata angin (Lemhannas, 1982).

Dengan fakta tersebut, adalah merupakan tuntutan mutlak bagi segenap pemangku kepentingan nasional, khususnya pemangku kepentingan kebijakan luar negeri Indonesia, untuk merumuskan pentingnya matra laut dalam penyusunan kebijakan nasional baik terkait sektor politik-keamanan, ekonomi maupun sosial-budaya.  Karenanya, diperlukan adanya penegasan bahwa saat ini Indonesia menempatkan matra laut sebagai primadona, sebagai konsekwensi logis dari jatidiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara maritim dan bahari. Maupun sebagai negara kepulauan (flag state, coastal state, dan port state).

Di mulai dari Flag State, yang diartikan sebagai dominannya kapal ber-bendera Indonesia ketimbang kapal asing di perairan nasional. Ini menyebabkan kehadiran negara sebagai pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan. Maka dari itu, asas Cabotage merupakan kebijakan yang relevan.

Lalu Port State. Indonesia yang notabene terletak di posisi silang antara dua samudra yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Indonesia, serta di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia. Dengan letak posisi silang ini, maka Indonesia merupakan jalur lalu lintas dunia, yang mana kapal-kapal akan banyak melintasi perairan Indonesia. Hal tersebut sebangun dengan asas hak lalu lintas damai kapal-kapal asing yang melakukan pelayaran dan perdagangan matra laut.

Dengan fakta tersebut, negara Indonesia akan menjadi pilihan bagi kapal-kapal asing untuk melakukan bongkar-muat isi kapal dan juga bersandar. Hal tersebut akan terlaksana, jikalau terdapatnya konektivitas antar lembaga negara untuk menyediakan pelabuhan kelas internasional. Berarti, harus ada keterpaduan dan koherensi antar kementerian di bawah pemerintahan Jokowi-JK.

Dan yang terakhir adalah sebagai Coastal State. Dalam hal ini, negara Indonesia harus mentitikberatkan fokus menjadi negara pantai yang maksimal. Permasalahan yang diusung negara pantai meliputi permasalahan menyoal landas kontinen, garis batas laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan jalur tambahan.

Singkat kata, melalui semangat maritim yang terdapat pada KTT AS-ASEAN 2016 ini akan menuntun kembali (para kepala negara ASEAN, termasuk Indonesia) untuk memperjelas kembali arah kebijakan maritim-nya sebagai hal yang paling utama untuk menguasai kembali SEA POWER (Kedigdayaan negara di matra laut), bukan saja di tataran nasional dan regional, bahkan juga di tataran global.

Menyadari hal tersebut, sudah saatnya bagi pemerintahan Jokowi-JK segera mengeluarkan OCEAN POLICY (Kebijakan Kemaritiman), untuk menandai niat dan tekad Indonesia untuk mengembalikan Supeoritas dan kejayaan maritime kita seperti di era Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit beberapa abad silam, maupun sebagai panduan untuk menyatu-langkahkan semua kementerian di jajaran pemerintah, maupun berbagai elemen strategis masyarakat yang menaruh perhatian dan berkepentingan dalam memberdayakan kembali sektor kemaritiman Indonesia baik di sektor Politik-Keamanan, Ekonomi maupun Sosial-Budaya.

17 butir Deklarasi Sunnylands

1. Penghormatan bersama atas kedaulatan, keutuhan teritorial, kesetaraan dan kemerdekaan politik semua bangsa yang memegang teguh seluruh prinsip dan tujuan Piagam PBB, Piagam ASEAN dan hukum internasional;

2. Pentingnya kesejahteraan bersama, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan dan inklusif, serta pemeliharaan generasi muda kita yang membuat mereka menikmati perdamaian abadi, pembangunan, dan stabilitas bagi kemanfaatan bersama;

3. Pengakuan bersama atas pentingnya menjalankan kebijakan yang mengarah pada ekonomi yang kompetitif, terbuka, dan dinamis sehingga bisa menjaga pertumbuhan ekonomi, peluang kerja, inovasi, kewirausahaan dan konektivitas, dan mendukung usaha kecil dan menengah (UKM) dan mempersempit kesenjangan pembangunan;

4. Komitmen untuk memastikan kesempatan bagi seluruh rakyat, melalui penguatan demokrasi, meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan kepatuhan pada aturan hukum, mempromosikan dan melindungi hak asasi dan kebebasan fundamental, mendorong toleransi dan sikap moderat, dan memelihara lingkungan;

5. Menghormati dan mendukung sentralitas ASEAN dan berbagai mekanisme ASEAN dalam mengembangkan arsitektur kawasan Asia Pasifik;

6. Kepatuhan yang kuat terhadap tatanan internasional dan regional yang berdasarkan kepada aturan hukum yang menegakkan dan melindungi hak-hak dan keistimewaan semua negara;

7. Komitmen bersama terhadap penyelesaian masalah secara damai, termasuk menghargai proses hukum dan diplomatik, tanpa memberikan ancaman atau menggunakan kekuatan berdasarkan kepada prinsip-prinsip hukum internasional yang diakui secara universal dan Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982;

8. Komitmen bersama menjaga perdamaian, stabilitas dan keamanan wilayah, menjamin keamanan dan keselamatan laut, termasuk hak kebebasan untuk navigasi dan penerbangan dan pemanfaatan laut sesuai hukum lainnya, dan kemudahan dalam perdagangan lewat laut sebagaimana dijelaskan dalam Konvensi PBB Tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1982 maupun non-militerisasi dan menahan diri dalam melakukan aktivitas tersebut;

9. Komitmen bersama untuk mempromosikan kerja sama mengatasi tantangan-tantangan yang banyak dihadapi dalam urusan kemaritiman;

10. Keinginan yang kuat untuk menyelesaikan masalah-masalah global seperti terorisme dan ekstremisme, perdagangan orang, perdangan narkoba, dan penangkapan ikan yang ilegal, termasuk perdagangan hewan dan kayu yang dilindungi;

11. Komitmen bersama mengatasi perubahan iklim dan meningkatkan ketahanan iklim serta lingkungan ASEAN yang berkelanjutan, termasuk menjalankan kontribusi tiap-tiap negara yang dibuat berdasarkan Kesepakatan KTT Iklim Paris;

12. Komitmen bersama mempromosikan keamanan dan stabilitas ruang siber secara konsisten berdasarkan norma perilaku secara bertanggung jawab;

13. Mendukung upaya bagi kemajuan Masyarakat ASEAN berdasarkan hukum yang kuat, stabil, kohesif secara politik, terintegrasi secara ekonomi, memiliki tanggung jawab sosial, dan berorientasi pada rakyat;

14. Komitmen bersama memperkuat konektivitas antarwarga melalui program yang melibatkan warganegara ASEAN dan AS, khususnya generasi muda, dan mempromosikan kesempatan bagi seluruh rakyat, terutama yang paling terkait, untuk bisa memenuhi visi Masyarakat ASEAN;

15. Komitmen bersama mempromosikan kemitraan global bagi perkembangan yang berkelanjutan melalui implementasi Agenda Pembangunan Berkelanjutan Tahun 2030 dan Agenda Aksi Addis Ababa, untuk menjamin keberlanjutan, masyarakat yang setara dan inklusif di mana tidak ada seorangpun yang tertinggal;

16. Komitmen bersama untuk meningkatkan kolaborasi pada forum regional dan internasional, terutama pada mekanisme ASEAN yang ada;

17. Komitmen bersama melanjutkan dialog politik pada tingkat kepala negara/pemerintahan melalui kehadiran pemimpin negara pada KTT ASEAN-AS dan KTT Timur Jauh.

*) Mahasiswa Fakultas Sosial-Politik jurusan Hubungan Internasional, Universitas Nasional, Jakarta

——-

Caption Foto: Ilustrasi Jokowi dan Obama di Konferensi Tingkat Tinggi AS-ASEAN (istimewa)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com