“Resuffle Lebih Cepat, Lebih Baik”

Bagikan artikel ini

Andreas Pareira, Ketua DPP PDI Perjuangan

Kekuasaan seorang presiden sekalipun, ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat. Dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Andreas Hugo Pareira, Ketua DPP PDI Perjuangan mengutip ucapan mantan Presiden Soekarno.

Aktivis politik ini menekankan kalau hukum tertinggi dalam politik adalah menyejahterakan rakyat atau salus populi, supreme lex. “Resuffle, lebih cepat lebih baik,” kata Andreas menegaskan. Ia mengutip janji reshuffle yang merupakan hak prerogatif Presiden, setelah Lebaran. “Apakah Agustus atau September,” ujarnya.

Mantan dosen dan anggota legilatif periode 2004-2009  di Komisi I DPR ini mengakui, kabinet sekarang perlu diisi orang-orang yang menyingkronkan ekonomi mikro dan makro. “Rakyat perlu hasil yang langsung dirasakan, tak bisa menungu,” ujarnya. Maka, tugas para manajer pemerintahlah, yang bisa mengalikasikan dengan baik. Termasuk, bagaimana menjalankan sinkron, seimbang antara kemauan dan janji Presiden ketika kampanye dengan realitas.

Pengurus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini yakin keputusan soal perombakan atau reshuffle kabinet sudah ada pada Presiden Joko Widodo. Namun, doktor politik Internasional Universitas Giessen, Jerman itu tak mau mendahului keputusan presiden. “Pak Jokowi mengatakan, perlu revolusi mental di republik ini,” ujar Andreas. “Kami dukung seratus persen, tapi memberi masukan juga perlu kami berikan,” papar pria di parlemen yang terkenal kritis, khususnya mengenai kepentingan bangsa terkait hubungan luar negeri, termasuk diplomasi dan pertahanan-keamanannya.

Sebagai pribadi dan petugas Partai, dirinya setuju dan mendukung kerangka makro mengenai ke depan di era Jokowi-JK. Soal Poros kita sebagai Maritim Dunia juga pembangunan infrastrukur. Trisaksi dan Nawacita yang berusaha diwujudkan Presiden Jokowi dengan semangat kerja-kerja-kerja. “Walau dalam kenyataannya hingga kini, pada level pembantu Presiden dan birokrasi, implementasi tidak terasa di masyarakat. Terjadi gap antara yang dimaui Presiden,” ujar Andreas.

Tidak sinkron, kata mantan aktivis GMNI ini, disebabkan para menterinya tak bisa bekerja sesuai gerak langkah dan menggerakan roda birokrasi. Untuk itu, putra asli Flores 31 mei 1964 ini yakin rapor menteri memang hanya Presiden yang tahu. Di lain sisi, ia banyak mendapat masukan dari masyarakat langsung dalam hal manajemen pemerintahan yang belum merasakan dampak dari kinerja kabinet di era sekarang.

Kembali mengutip prinsip Bung Karno. “Semoga bapak Presiden, bisa bedakan lawan atau kawan. Mana yang setuju dan tidak setuju.  Mana yang setengah-sentah, harus di retur, di resuffle, supaya tidak menjadi problem di tengah perjuangan yang ingin dicapai,” papar pria yang dikenal dekat dengan kaum marginal, mulai dari petani, nelayan, tukang ojek, pekerja ekonomi kreatif, hingga buruh ini.

Sebagai pengajar sekolah partai, Andreas yakin sekolah partai akan menjadi sekolah atau lembaga yang permanen. Partai mempersiapkan pendidikan melalui sekolah untuk kader partai, yang akan mengisi jabatan politik. “Kami siapkan pemimpin yang  siap untuk memang, tapi siap juga sebagai pemimpin di wilayahnya masing-masing,” ujarnya. Dari bupati, hingga calon gubernur. “Presiden juga semestinya bangga sebagai petugas partai,”  Andreas mengingatkan. (TGR/SB)

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com