Skandal SolarWinds dan Jupiter Networks, NSA, Program Rahasia PRISM dan Akses Pintu Belakang

Bagikan artikel ini

Dalam tulisan terdahulu terkait skandal  Peretasan SolarWinds dan Juniper Networks, pada 2015 lalu Juniper mengungkapkan pelanggaran keamanan di mana peretas memodifikasi perangkat lunak yang dikirimkan perusahaan kepada pelanggannya. Para peneliti kemudian menemukan bahwa Juniper telah menggunakan algoritma enkripsi yang dirancang NSA, yang menurut para ahli memiliki pintu belakang, dan bahwa peretas memodifikasi kunci pintu belakang ini. Apa yang dimaksud bahwa peretas memodifikasi kunci belakang?

Baca artikel sebelumnya:

Skandal Peretasan SolarWinds dan Juniper Networks Menyingkap Kegiatan Ilegal NSA Di Bidang Cyber

Untuk menggambarkan pertanyaan tersebut, kita harus kembali merujuk pada bocoran informasi dari mantan staf National Security Agency (NSA), Edward Snowden, kepada harian Inggris the Guardian. Sebuah harian terkemuka Inggris yang selalu kritis terhadap praktek-praktek konspiratif dari pemerintah Inggris maupun Amerika  kepada publik.

Kepada the Guardian dan harian AS Washington Post, Snowden menyerahkan presentasi dalam format Power Point total berjumlah 41 slide yang berisi rincian program PRISM. Program ini disebut-sebut sebagai operasi mata-mata internet yang dibesut oleh National Security Agency (NSA).

Berdasarkan informasi Snowden, PRISM diduga memiliki akses ‘pintu belakang’ ke sembilan server perusahaan Server Provider AS kelas kakap di bidang teknologi seperti: Microsoft, Yahoo, Google, Facebook, PalTalk, AOL, Skype, YouTube dan Apple. Yang fungsinya untuk mencegat lalu lintas data global yang melewati server itu untuk keperluan intelijen.

Nampaknya inilah yang dimaksud Pentagon tempo hari sebagai Perang Cyber. bahwa dinas keamanan AS memantau data tentang panggilan telepon dari data Verizon dan internet dari perusahaaan-perusahaan besar seperti Google dan Facebook.

Nampaknya bocoran Snowden dalam satu skema dengan  Budapest Convention on Cybercrime (BCOC) yang diresmikan pada November 2001. Khususnya klausul yang terdapat dalam pasal 32.

Pada pasal 32 BCOC tentang trans-boarding access to independent states data without their agreement, pada praktiknya akan membuka peluang bagi AS maupun negara-negara sekutunya untuk mendapatkan informasi yang masuk kategori sensitif dari negara-negara lain. Dan data yang mereka dapatkan itupun, tidak ada kewajiban untuk dibagikan kepada negara-negara anggota BCOC lainnya.

Ketika bocoran rahasia NSA terungkap ke publik ihwal adanya persekongkolan antara instansi keamanan dan beberapa perusahaan IT Internasional, maka skema BCOC sebagaimana terjabarkan dalam pasal 32 tersebut tadi, merupakan bukti nyata yang tak terbantahkan. Bahwa lingkup penyadapan bukan saja ditujukan kepada negara-negara musuh AS, melainkan meluas juga ke negara-negara sekutu Amerika maupun warga masyarakat pada umunya.

Harian terkemuka Inggris the Guardian ketika menerbitkan dokumen rahasia bocoran mantan kontraktor CIA Edward Snowden pada 2013 lalu, menyingkap  adanya kerjasama perusahaan-perusahaan pelayan jasa internet seperti Google, Skype, Facebook dan yang lainnya dengan badan-badan intelijen Amerika Serikat dan Inggris, memaksa salah satu jejaring sosial internet terbesar untuk membocorkan informasi warga masyarakat.

Cyber Crime adalah Kejahatan Dunia Maya, Ketahui Jenis dan Cara Mencegahnya

Pemerintah Amerika Serikat nampaknya sudah mulai terganggu dengan maraknya media media alternatif yang mampu mengimbangi infomasi informasi  yang disebarkan oleh pihak resmi di Washington terhadap sepak terjang AS di beberapa negara.

Sehingga kemudian Departemen Pertahanan (Pentagon) mendorong beberapa perusahaan pengelola media internet, untuk mengembangkan semacam program rintisan (Pilot Project), agar secara sukarela berbagi informasi  terkait dengan semua aktivitas media internet.

Berarti ini merupakan semacam upaya dari Pentagon agar perusahaan perusahaan pengelola internet untuk memainkan peran sebagai unsur unsur garis depan dari operasi  intelijen pemerintahan AS.

Sepertinya hal itu sejalan dengan penuturan i Snowden berikut ini:

“NSA telah membangun infrastruktur yang mengizinkan untuk menyadap hampir segalanya. Dengan kemampuan ini, sebagian besar komunikasi manusia secara otomatis ditelan tanpa sasaran. Jika saya ingin melihat surat elektronik Anda atau telepon istri Anda, apa yang saya lakukan adalah menyadap. Saya dapat surat elektronik Anda, kata sandi, catatan telepon, kartu kredit. ”

Maka diriisnya BCOC yang dimotori AS, menggambarkan Washington sedang dilanda kepanikan. Keterlibatan langsung Pentagon dalam perang cyber melawan yang mereka anggap sebagai musuh musuh di ranah informasi dan pemberitaan, menggambarkan secara jelas betapa AS mulai tersudut dalam perang informasi berskala global.

Dengan dicanangkannya rencana strategis Perang Informasi Pentagon  di ranah media internet, pada perkembangannya telah melibatkan juga Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (Department of Homeland Security).

Berarti, skema perang cyber tersebut telah berkembang menjadi gerakan lintas kementerian, dan juga melibatkan sektor sektor swasta strategis, untuk mengidentifikasi dan menjinakkan  aksi aksi informasi  dari  negara-negara dan kelompok kelompok strategis non negara, yang mereka anggap bakal menghancurkan infrastruktur strategis AS dan para sekutu barat lainnya.

Dalam konteks inilah, mencuatnya Skandal Peretasan SolarWinds dan Juniper Networks, nampaknya diprovokasi oleh pihak pemerintah AS sendiri. Karena mereka punya perangkat pendukungnya seperti spyware untuk melakukan kegiatan ilegal berupa serangan cyber.

Artinya, merujuk pada langkah yang ditempuh oleh Senator  Ron Wyden dan  Senator Cory Booker, beserta delapan anggota DPR AS tadi, nampak jelas adanya indikasi kuat bahwa pihak pemerintah AS telah menciptakan kondisi yang memudahkan terjadinya hack attack atau serangan peretasan terhadap instansi-instansi pemerintahan AS itu sendiri.

Adapun  NSA yang sebenarnya paling bertanggungjawab atas hal ini, kemudian mencoba mengelak dari tanggungjawab dengan menuding negara-negara lain sebagai pihak yang bertanggungjawab terjadinya serangan cyber tersebut.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com