NSA-AS Menggunakan Raksasa Internet dan Telekomunikasi Sebagai Mesin-Mesin Mata-Mata Pemerintah

Bagikan artikel ini

Dalam tulisan saya terdahulu sempat disinggung ihwal cyber security dan cyber defense yang dirancang untuk kepentingan strategis negara adikuasa seperti AS, dan bukannya disusun atas dasar untuk kepentingan bersama menangkal kejahatan-kejahtan Cyber yang nampaknya memang semakin membahayakan keamanan dan ketahanan nasional sebuah negara. Tak terkecuali Indonesia.

Baca juga:

Menangkal Ancaman Cyber Space Tidak Boleh Diintegrasikan Dengan Skema Operasi Militer ala Pentagon

Konstruksi cerita berikut ini memperkuat sinyalemen upaya AS untuk mendominasi dunia maya dan cyber space sejak era pemerintahan Barrack Obama (2008-2016). Berdasarkan salah satu arsip dari National Security Agency (NSA) yang masuk klasifikasi rahasia dan berhasil dibocorkan Edward Snowden kepada seorang kolumnis harian Inggris The Guardian, Gleen Greenwald, arsip tersebut menyingkap bagaiamana Gedung Putih bukan saja mengintai musuh-musuhnya saja seperti Al-Qaeda.teroris dan Rusia, melainkan juga memata-matai negara-negara sekutu AS seperti Jerman dan Prancis.

Inggris, melalui mitra NSA yaitu Government Communication Headquarters (GCHQ), juga terlibat dalam aksi memata-matai secara massal. Seperti sudah kita ketahui sejak Perang Dunia II, Inggris dan AS merupakan rekanan yang memiliki hubungan dekat dalam soal berbagi data intelijen. Bahkan melalui bocoran arsip NSA tersebut juga terungkap fakta bahwa NSA telah menjadi pendonor jutaan dolar AS untuk kegiatan mata-mata Inggris.

(Untuk mendalami aspek ini, silahkan baca Luke Harding, The Snowden Files, The Inside Story of the World’s Most Wanted Man, Copyright The Guardian 2014). 

Menggunakan teknologi informasi untuk mematai-matai orang dan negara. Begitulah kira-kira jiwa dari seluruh kisah yang dipaparkan oleh Edward Snowden kepada Greenwald dari The Guardian. Menurut Snowden kepada Greenwald, ambisi NSA sebagai Badan Keamanan Nasional AS sudah keterlaluan. Selain mengumpulkan dan menyimpan semua data pribadi setiap orang, secara diam-diam NSA terlibat dalam tindakan yang tidak lain dan tidak bukan adalah mematai-matai secara elektronik.

NSA mampu menyadap siapa saja dari level presiden ke bawah. Secara teoritis, menurut Snowden, lembaga mata-mata seharusnya hanya bertugas mengumpulkan signals intelligence dengan target asing yang dikenal dengan SGINT. Namun pada kenyataannya menurut Snowden, metadata dari jutaan rakyat AS pun disadap. Rekaman pembicaraan telepon, header email, dan subject line diambil begitu saja tanpa persetujuan si pemilik data tersebut.

Bukan sampai di situ saja. Bersama dengan GCHQ, NSA diam-diam telah membangun jaringan pesan dengan kabel fiber optic bawah laut ke seluruh dunia. Sehingga melalui cara demikian, AS dan Inggris mampu dengan mudah membaca alur komunikasi global.

Tangan-tangan misterius memaksa penyedia layanan telekomunikasi untuk menyerahkan data. Parahnya lagi, menurut Snowden, hampir seluruh grup Silicon Valley-Google, Microsoft, Facebook, dan bahkan Apple milik Steve Jobs, terlibat dalam kegiatan mata-mata NSA tersebut. NSA mengklaim memiliki akses langsung ke server para raksasa teknologi itu.

Satu lagi catatan terkait ulah NSA terkait Cyber Space ini. NSA diam-diam membuka jalur rahasia ke peranti lunak online bersandi yang dipakai untuk mengamankan pembayaran bank sehingga melemahkan sistem bagi setiap orang.

Singkat cerita, AS melalui NSA, telah melakukan pembajakan internet. Yang mana NSA dan mitranya dari Inggris GCHQ, secara diam-diam bekerjasama dengan raksasa internet dan telekomunikasi yang mengendalikan peranti keras, berusaha mengerahkan semua kemampuan teknis mereka untuk menguasai “dunia maya” seperti yang mereka akui sendiri.

Maka hasilnya adalah sebuah dunia yang dimata-matai. Gogole, Skype, YouTube, Tor, e-commerce, internet banking, dan yang lainnya, kemudian menjadi mesin-mesin mata-mata pemerintah AS.

Konstruksi cerita tadi semakin memperkuat kecurigaan berbagai kalangan bahwa  bahwa saat ini pemerintah AS sedang berusaha mencari celah dan peluang sebagai negara adikuasa satu-satunya yang menguasai dan mendominasi Cyber Space di dunia internasional. Apalagi teknologi komunikasi dan informasi AS memang merupakan yang paling canggih saat ini di dunia.

Dengan demikian, upaya yang sedang dilakukan pemerintah AS saat ini untuk menggalang gerakan internasional menguasai dan mendominasi Cyber Space melalui skema US- UN Group of Government Experts, nampaknya memang nyata adanya, dan bukan isapan jempol.

Maka itu, gerakan berskala internasional yang sedang digalang pemerintah AS melalui forum multilateral Perserikatan Bangsa-Bangsa US-UN Group of Government Experts, harus digagalkan dan tidak boleh jadi kenyataan. Sebab melalui skema inilah, AS berusaha menciptakan hegemony di bidang cyber space.

Saatnya bagi Indonesia dan negara-negara ASEAN, menggalang kerjasama internasional untuk bersatu membuat Undang-Undang untuk menangkal ancaman cyber atas dasar cyber security yang berlaku untuk semua negara atas dasar keadilan dan kesetaraan. Dengan tidak membeda-bedakan antara negara-negara adikuasa dan negara-negara yang sedang berkembang.

Hendrajit, pengkaji geopolitik, Global Future Institute.

 

 

 

 

Facebook Comments
Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com